Sejak Sabtu malam hingga Minggu (20/7) pukul 05.30 WIB, deretan jenazah terus berdatangan ke rumah sakit Al-Aqsa, Gaza. CNN mencatat, 79 warga Palestina tewas di persimpangan Zikim—jalur distribusi makanan “Gaza Humanitarian Foundation” (GHF) yang dikelola Amerika-Israel—meningkatkan total korban menjadi 995 jiwa. Ribuan lainnya, kata Al Jazeera, kini menanggung luka tembak, trauma, dan rasa lapar yang lebih menganga.
Korban mayoritas ibu-ibu muda, anak-anak seusia sekolah dasar, dan para lansia yang mulai antre sejak subuh. Mereka hanya membawa ember plastik berharap membawa pulang sedikit tepung atau konsentrat makanan bayi. Di sisi lain, kamera drone militer Israel—yang direkam CNN—terdengar tembakan beruntun ketika kerumunan mulai menekan pagar kawat berduri. Kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) menyebut “kekuatan bersenjata Israel” sebagai pihak yang membuka serangan.
Peristiwa paling memilukan terjadi Minggu dini hari, 20 Juli 2025, di persimpangan Zikim, jalur pantai barat Gaza. Namun rentetan serangan serupa telah berlangsung sejak 27 Mei 2025 di titik-titik distribusi GHF lain: Al-Mawasi, Rafah, hingga dekat pos pemeriksaan Kerem Shalom.
Di balik jeruji lapar:
• Blokade Israel mempersempit jumlah truk bantuan yang masuk.
• Panitia GHF membatasi distribusi hanya beberapa jam di pagi hari.
• Kepadatan antrean—kadang 20.000 jiwa di satu titik—memicu desakan massa.
• Tentara Israel, menurut Al Jazeera, menembaki “bagian depan barisan untuk mengontrol kerumunan”.
Akibatnya, peluru yang seharusnya menjadi tanda peringatan justru menjadi penutup harapan. “Seorang ibu menjerit sambil memeluk mayat anaknya; ia masih menggenggam sisa tepung yang tumpah bersama darah,” tutur relawan medis Al-Aqsa kepada CNN.
Dokter psikiatri Gaza, Dr. Iman Hussein, menggambarkan fenomena baru: “anak-anak takut pada suara ember plastik, karena bunyi itu mengingatkan mereka pada antrean maut.” OHCHR mencatat, 45 orang masih dinyatakan hilang—kemungkinan terinjak atau tenggelam di laut saat berlari mengejar truk.
Harapan di tengah reruntuhan
• PBB menyerukan gencatan senjata sementara agar bantuan bisa masuk lewat jalur aman.
• Warga internasional menggalang donasi darurat lewat platform kemanusiaan.
• Keluarga korban berkumpul di lapangan Al-Shuhada, meneriakkan doa: “Berikan kami roti, bukan peluru.”
Ketika matahari terbit kembali, asap masih mengepul dari lokasi distribusi—sebuah pengingat bahwa di Gaza, mencari makan bisa jadi taruhan nyawa.
Sumber: cnn, aljazeera, un.org
Ringankan penderitaan saudara-saudara kita di sana lewat kebaikanmu klik di sini